Sebenarnya ini bukan wawancara kerja pertama saya. Sebelumnya saya pernah mengalami ini sewaktu freelance di Litbang Kompas, menggantikan posisi orang selama 3 bulan. Waktu itu saya PD diterima karena direkomendasikan sama orang sebelumnya :D
Interview kedua sewaktu melamar untuk posisi Tenaga Pendamping pada suatu program bantuan pemerintah di dinas kabupaten. Waktu itu juga PD bakalan lolos karena memang tidak banyak yang melamar. Kenapa? Akses informasi terbatas. I think I did nepotism about access to information.
Wawancara yang ketiga ini, posisi saya bukan anak raja yang bisa lolos tanpa usaha. Saya mencari pekerjaan, mempersiapkan surat lamaran dan CV dengan serius, lalu mengirimkan lamaran. Tak ada orang yang saya kenal untuk merekomendasikan saya seperti pekerjaan sebelumnya. Mendapatkan pekerjaan ini harus pakai usaha.
Saya melamar lowongan pekerjaan untuk posisi jurnalis. Profesi yang saya minati dengan sepenuh hati. Kalau dibuat skala prioritas "The Most Wanted Job" versi Putri on the crot, akan saya urutkan seperti ini:
1. Jurnalis
2. Pemilik travel agent
3. Relawan di konservasi terumbu karang, orang utan, panda, penyu dll.
1. Jurnalis
2. Pemilik travel agent
3. Relawan di konservasi terumbu karang, orang utan, panda, penyu dll.
Tolong jangan ada yang protes kenapa posisi 'istri' atau 'ibu' tak nampak di daftar itu. Buat saya, menjadi istri dan ibu bukanlah suatu profesi, melainkan kewajiban mulia perempuan. Pekerjaan memberikan kita keleluasaan menentukan mau atau tidak, sedangkan kewajiban tak memberi pilihan itu. Eaaaah :D
Tuh kan melebar dari topik utama!
Karena ini pekerjaan idaman, saya mempersiakan kelengkapan persyaratan yang diminta dengan sungguh-sungguh. Termasuk soal busana. Semalam, saya ngobrol dengan teman yang "berpengalaman" dipanggil wawancara oleh perusahaan media.
"Pake celana bahan sama kemeja? Bajunya dimasukkin jangan? Hehe" Pertanyaan konyol itu saya lontarkan kepada Ka Dita, senior di kampus yang kini bekerja di Antara. Untung Ka Dita itu baik hati menjawab hal-hal nggak penting yang terlintas di benak saya.
"Ga punya sepatu pantofel, Ka. Adanya kets sama sepatu plastik. Owh, pake flat shoes aja. Oke, oke"
Tak puas dengan saran Ka Dita, saya bertanya pada Gita, teman seangkatan yang kini kerja di Tempo.
"Waktu gue interview sih ada cowok yang pake kaos, jeans sama sepatu kets. Tapi bagusnya formal aja, Put. Biar kesannya kita menghormati gitu"
Soal busana ini agak menjadi perhatian saya, selain kelengkapan persyaratan. Kakak kelas saya cerita kalau temannya pernah dikomentari terlalu klimis sewaktu diwawancara orang tv. " Temen aku pake blezer, kemeja dimasukin, sepatu kantoran.. Emang kamu tuh mau ngelamar ke bank ya formal begitu, gitu kata interviewernya"
No! No! No! Semoga saya tak mengalami itu.
Setelah bongkar-pasang beberapa kemeja ini-itu...
Saya akhirnya menentukan mau pakai apa untuk wawancara siang nanti. Dengan atasan kemeja bekas kakak yang warnanya baby pink, jilbab pink tua punya adik saya, celana bahan warna abu-abu bergaya santai dan sepatu plastik warna coklat! Baru sadar kalau saya nggak punya flat shoes. Adanya flat shoes plastik :p
Cerita grasak-grusuk berangkat, gerimis, nyasar sampai tiba di TKP saya skip yaa. Loncat ke cerita: Saya pun membuka pintu gedung tempat saya wawancara. Setelah menyampaikan maksud ke mbak-mbak di meja di resepsionis, saya diberikan formulir berlembar-lembar untuk diisi. Di lobi, saya melihat seorang gadis tengah mengisi formulir yang sama dengan punya saya. Sang kompetitor nih!
Sembari melambungkan senyum, saya duduk di kursi sebelahnya. Bukannya langsung mengisi, saya malah memperhatikan penampilanya. Berjilbab, kaos yang dilapisi blazer coklat muda, celana jeans, kets merah yang agak kotor, serta tas keril kira-kira seukuran 40L. Yang salah kostum saya apa dia ya?
Beberapa menit kemudian, datang gadis lain yang saya tebak punya maksud yang sama dengan saya. Dia menuju resepsionis dan kembali dengan formulir. Rambut ikal sebahu diikat, dress hitam dengan motif bunya kecil-kecil, skinny jeans dan wedges sekira 3 cm. Jiiiir! Mutlak saya yang salah tempat!
Seorang lelaki membuka pintu, lalu menuju resepsionis. Memakai kaos berkerah, celana jeans dan sepatu besar mirip sepatu gunung. Saya makin nestapa. Merasa satu-satunya calon pegawai bank di antara calon-calon jurnalis. Huwaaa!
Dan lelaki-lelaki lain dengan penampilan serupa berdatangan. Saya pun pengen nangis kejer! Tuhan, mengapa aku berbeda? :(
Eh, eh! Siapa itu?
Saya menangkap sosok lelaki kurus, berkacamata, memakai kemeja biru dongker motif garis horizontal, celana bahan, berkaus kaki dan pakai sepatu kantoran. Untung saja sepatunya nggak disemir sampai kinclong pake sunlight :p
Saya menangkap sosok lelaki kurus, berkacamata, memakai kemeja biru dongker motif garis horizontal, celana bahan, berkaus kaki dan pakai sepatu kantoran. Untung saja sepatunya nggak disemir sampai kinclong pake sunlight :p
Terimakasih, Tuhan... Engkau sungguh penyayang mengirimkan orang yang lebih rapi dari saya :D
Wkakakakak kocak, yaampun .. Lg searching2 nemu ini, ak jg lg mau interview. Pngen.a pke jeans sma kets. , tp gmna ya , interview di restoran si 😂 saran dong ka..
BalasHapus