Sabtu, 26 Oktober 2013

Move On di Tempat

Nyari pacar baru tapi yang apa-apanya mirip mantan itu judulnya move on di tempat. Ibarat kursi goyang nenek. Emang pindah sih gerak maju-mundur, tapi yaaa di situ-situ aja :)

Eh!

Selasa, 22 Oktober 2013

Suatu Malam di Rumah Sakit (2)

Emah, nenek saya masuk rumah sakit lagi. Dia meminta untuk dirawat di rumah sakit yang berbeda dari yang sebelumnya. Keinginan itu dituruti anak-anaknya karena Emah sedang mudah marah. Ganti dokter, ganti obat dan rumah sakitnya tidak lebih bagus. Tak apa yang penting Emah sehat.

Ketika masuk, bibi saya memesan kamar kelas 1. Sayangnya penuh, pun begitu dengan kelas 2. Terpaksa Emah menginap di kamar kelas 3 sampai ada pasien di kelas 1 yang keluar.

Seperti biasa, ibu kebagian jaga malam. Ya memang hanya ibu saya yang memungkinkan karena cuma beliau yang single fighter dan tidak punya anak kecil. Saya tentu saja harus menemani ibu. Misalnya dia tidak minta pun pasti saya ikut menginap untuk memastikan ibu makan dan cukup istirahat.

Mengingat pengalaman sebelumnya, Emah itu banyak maunya. Minta dipijat, dibalur balsem, dikipasi, ditabur bedak, diusap, kasur dinaikkan, dilap air hangat, minta susu de-el-el. Saya kasihan sama ibu, jadi mau saya bantu. Tapi yang terjadi keseringan saya tidur pulas :D
Manfaat keberadaan saya dipertanyakan selain sebagai ojek dan pengingat makannya ibu.

Tadi kami berangkat setelah magrib. Sesampainya di rumah sakit, saya dan ibu agak kaget mengetahui satu ruangan berisi 10 kasur! Kirain kelas 3 itu ditempati 4 pasien. Maklum sih ini kelas ekonomi. Sebenernya yang bikin kesel itu keadaan ruangan lebih mirip pasar daripada rumah sakit. Pasiennya satu, yang jaga se-RT.

Luas ruang untuk satu pasien sekira 2x3. Dikira-kira itu juga soalnya saya ga bawa meteran, hehe. Pokoknya sempit, hanya cukup kasur dan kursi lipat. Setiap ruang disekat dengan tirai. Jadi ya bunyi-bunyian dari kasur tetangga kedengaran.

Di depan terdengar suara Nike Ardila bernyanyi dari handphone, sengaja diloud speaker! Masih dari depan, terdengar tawa wanita yang ditahan-tahan agar tak terlalu keras. Di pojok dekat kamar mandi terdengar rumpi para lelaki yang tidak berusaha memelankan suaranya. Anak-anak berkeliaran. Teriakan dan tangisan mereka menambah "semarak" suasana.

Duh gusti, kok pada girang amat nginep di rumah sakit? Ini bukan tempat rekreasi keluarga kan ya?

Harus sering bilang permisi sambil tersenyum sungkan setiap mau ke kamar mandi atau keluar ruangan. Pasalnya para keluarga pasien "bergeletakan" di depan kamar mandi dan pintu keluar yang memang menyisakan ruang yang cukup buat tidur terlentang. Daripada tidur di jalan-jalan, saya mending begadang.

Malam ini sepertinya tidak akan bisa tidur. Sepertinya sih, tapi nggak jamin saya kuat melek semalaman. Soalnya di RS yang lama juga saya bilang bakalan susah merem tapi yang terjadi saya selalu berhasil bobok anggun di atas karpet yang keras :D

Sekitar jam 8 malam, pasien di samping kiri pulang. Kasurnya kosong. Waaak! Alhamdulillah, makasih ya Allah. Inikah kado buat anak sholehah yang berbakti pada orang tua? Tenang, tenang... anak sholehah yang dimaksud itu ibu, bukan saya.

Sudah jam 9 malam dan suasana hingar bingar mulai mereda. Pada cepat bobok yak semuanya biar besok nggak telat bangun pagi. Semoga cepat sembuh, Mah :)

Rabu, 02 Oktober 2013

Suatu Malam di Rumah Sakit

Kamar 212
Setelah menginap tiga hari di ICU, lalu dipindah ke HCU selama dua hari, akhirnya jam 11 tadi nenek saya bisa menempati kamar rawat inap biasa. Alhamdulillah, berarti keadaannya semakin membaik. Emah, begitu sebutan saya kepada nenek, masuk rumah sakit setelah darah tingginya naik sampai 270. Kata dokter itu angka yang sangat tinggi. Katanya lagi nenek saya kuat sekali karena biasanya tekanan darah setinggi itu bisa membuat pembuluh darah pecah sampai menyebabkan kematian.

Beliau menempati kamar nomor 212. Ketika melihat deretan nomer itu, pikiran saya tertuju pada sosok Wiro Sableng. Tokoh utama di film laga favorit saya sewaktu kecil, hehe. Rangkaian nomor 212 merupakan angka saktinya si murid Sinto Gendeng itu, semoga nenek saya juga semakin sakti melawan penyakitnya. Amin. (Apa hubungannya?!)
Sekarang nenek saya sedang diuap, mudah-mudahan besok penyakitnya ikut menguap keluar dari tubuhnya. Aamin. Get well soon, mah...

Minyak Angin Beda Generasi
Dibelikan yang aromatherapy, tetapi nenek saya protes. Maunya pakai minyak angin yang cap "alat perkakas". Tahu dong itu merk apa. Dari namanya saja sudah keliatan segmen pasarnya berbeda. Yang merknya pake bahasa Inggris membidik masyarakat modern. Sedangkan yang merk alat perkakas menjadikan nenek saya dan sebayanya sebagai konsumen.

Meskipun minyak angin modern menyuguhkan berbagai varian wangi, nenek saya setia dengan yang cap alat perkakas itu. Dia adalah komsumen dengan loyaloitas tinggi. Tak goyah oleh iklan-iklan minyak angin kekinian. Penasaran apa rahasianya, saya buka tutup minyak angin yang cap perkakas, lalu saya hirup baunya....
"Hmmm... Aromanya menggal banget setajam kapak! Hahaha"

Kalau mau jujur sih saya lebih suka wangi yang jadoel itu sih, tapi....
Tidak, tidak... saya adalah anak muda generasinya Agnes Monica. Saya pilih yang aromatherapy deh daripada dibilang berselera aki-nini :D

Melek Sendirian
Ih sumpah ya mati gaya banget malem ini di rumah sakit!

Bahas apa lagi ya? Nomor kamar sudah, minyak angin juga sudah. Duh! Ibu saya semakin terlelap, begitu pun nenek saya. Suasananya hening. Hanya sesekali terdengar langkah kali di luar kamar. Dugaan saya, mungkin itu suster yang sedang jaga malam. Tapi saya tidak memastikan kebenaran hal itu. Bukan karena takut lho ya, tiba-tiba pas saya melongok keluar, tahu-tahu susternya ngesot, bukan melangkah. Malas saja. Untuk apa nongkrongin orang yang lewat? ku-rang ker-ja-an *melambaikan tangan ke kamera*