Pernah saya mengupayakan sesuatu untuk memperoleh hasil terbaik. Lalu, kamu memvonis saya ambisius.
Apa jadinya manusia tanpa ambisi? Mungkin seperti robot berbalut daging dan darah yang butuh tidur, makan, dan buang air.
Kamu perbaiki kalimatmu. Menambahkan kata "terlalu" sebelum kata ambisius. Vonis yang meluluh-lamtakkan semua mimpi, yang kamu nilai sebagai proyek diluar nalar.
Ingin rasanya mengajukan pembelaan bahwa yang saya lakukan belum seberapa. Bukan apa-apa. Tak ada apa-apanya dibanding mereka yang telah lama mencapai garis finish, dan sedang bersiap untuk lintasan baru.
Saya berjalan, bukan berlali. Meski sesekali sambil menari, agar hilang penat. Kamu bilang saya terlalu menyiksa diri. Yang saya lakukan belum seberapa. Bukan apa-apa. Tidak ada apa-apanya dibanding mereka. Mereka yang kamu bilang manusia tidak bersyukur, karena tidak menikmati hidup.
Tidak seperti kamu yang sesering mungkin berhenti di pinggiran sambil mengopi, lalu mengajak orang lain untuk berlama-lama bicara remeh temeh tentang hidup.
Saya menyukai mereka!
Kamu -yang paling tahu tentang segalanya sejagat raya- bilang kalau saya mulai dungu. Kali ini saya terayu. Keluar lintasan. Sedetik kemudian mengutuki diri atas keputusan yang tidak saya maui.
Dan saya di sana. Bersama kamu. Menyaksikan mereka berlari, yang terus kamu komentari melakukan hal yang tidak berarti. Lari, lari, untuk hal yang tidak pasti.
Memangnya, kamu tidak jenuh dengan berlama-lama berdiam diri? Memangnya kamu tidak penasaran akan sesuatu yang menunggu di ujung lintasan? Memangnya kamu tidak rindu rasanya berlari? Memangnya kamu sudah lupa caranya bermimpi? Memangnya kamu....
"Orang yang tidak melalukan apa-apa, tidak berhak mendapatkan apa-apa! Diam, dan jangan bertanya lagi!"
Jumat, 13 Juli 2012
Kamis, 07 Juni 2012
Metro Realitas
Dalam sebuah negara yang menganut sistem
demokrasi seperti Indonesia, kehadiran media massa sebagai kran informasi
publik menjadi sangat penting. Oleh karena itu, setiap stasiun televisi
memproduksi program berita.
Namun, di antara banyaknya program berita
tersebut, hanya sedikit perusahaan media yang menawarkan program investigasi.
Perusahaan media lebih senang menampilkan berita ringkas daripada memproduksi
program investigasi karena menghabiskan banyak biaya, waktu dan energi.
Padahal, program investigasi memberikan informasi yang lebih lengkap dan
mendalam mengenai suatu isu besar yang tidak cukup dibahas dalam dua atau tiga
menit.
Di tengah lesunya program-program investigasi di
televisi, Metro TV mempunyai satu
tayangan investigasi bernama Metro Realitas. Program ini ada sejak MetroTV beridiri tahun 2000 silam. Metro
Realitas menyapa pemirsa setiap Senin dan Rabu pukul 23.05 WIB.
![]() |
Metro Realitas |
Pada tahun 2011, program Metro Realitas edisi
Berebut Saham Newmont meraih penghargaan sebagai kategori Program Investigasi
Terbaik dalam ajang Anugerah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2011 dan Anugrah
Adiwarta 2011 untuk edisi Perang Mafia Tambang sebagai Liputan Investigatif
Terbaik untuk kategori TV Nasional.
***
Ini deskripsi singkat program Metro Realitas di
skripsi gue soalnya penelitiannya emang tentang investigative reporting. Ternyata
setelah gue dalemin tentang program-program investigasi di tv Indonesia itu
kuraaaang banget.
Ada sih yang ngasih embel-embel investigasi di
nama programnya tapi acara gosip kaya silet (masih ada ga sih programnya
setelah Veni Rose pindah?), insert investigasi, kasak-kusuk investigasi de el
el. Acara-acara yang kepo banget soal kehidupan selebritis dan ternayata laris
manis dipasaran.
Ga heran kalau ada stasiun TV yang menayangkan
acara gosip 3 kali sehari kaya makan obat : pagi, siang malem... bahkan lebih!
Program gosip emang jadi idola makanya ditayangkan di jam-jam banyak penonton.
Nasibnya berbanding jungkir balik sama program-program investigasi 'beneran'.
Sengaja ditaro tengah malem pas orang lagi enak-enaknya mimpi dan ga pake promo
(iklan programnya).
Selama tahun 2012 pas gue terpaksa mutusin
buat mendalami investigative reporting ga pernah tuh liat iklan Metro
Realitas-nya Metro TV atau SIGI yang punya SCTV. Alasannya bisa jadi gara-gara pihak
perusahaan media sayang meluangkan waktu 30 detik aja buat program yang
'dianggap' ga komersil. Atau, bisa jadi kalau dibikin promo acaranya terus
dikasih tahu episoden nanti tayang tentang kasus apa eh tau-tau diultimatum ga boleh
tayang sama orang yang punya kekuasaan ( misalnya owner, teman tapi mesranya
owner, pihak sponsor, atau orang yang punya power di nusantara ini). Who knows?
Awalnya gue emang terpaksa baca-baca tentang
jurnalisme investigasi gara-gara skripsi. Tapi akhirnya jadi jatuh cinta sama
bahasan ini. Waktu baca tentang cerita para jurnalis yang meliput dengan teknik
ini, gue ikutan deg-degan kaya lagi nonton film action. Ada yang maen petak
umpet sama preman-preman bayaran, ada yang kejar-kejaran di speed boat dan ada
yang dicari-cari militer. Wuiiiiiih!
Sebulan doang magang dan itu jadi ajang pembuktian teori-teori yang gue pelajarin di kelas sama hal yang gue dapet di lapangan. Lucky me, gue ngerasa beruntung banget tempat belajar itu di Metro Realitas. Isu-isu 'sensitif', ketemu orang-orang penting, dan liputan sambil deg-degan (padahal yang ngeliput reporternya n gue cuma nyimak). Gue juga jadi yakin kalau berita yang kita lihat di tv bukan realitas apa adanya. Ada subjektivitas reporternya, ada proses editing, sudut pandang yang diambil, pemilihan kata, mutusin siapa yang jadi narasumber, ada intervensi bukan cuma dari internal media tapi juga mereka yang punya pengaruh (jabatan, uang, atau akses). Berita bukan mirror of reality.
Tapi di sana juga gue melihat masih ada jurnalis-jurnalis idealis yang konsisten memperjuangkan kebenaran, menyuarakan hak-hak mereka yang ga punya akses 'bersuara', ditegur sama 'orang yang berpengaruh' karena beritanya terlalu 'vulgar' menelanjangi praktek-praktek kotor yang merugikan negara.
Makasih Metro Realitas :D
Sabtu, 31 Maret 2012
My First Candlelight Dinner
Hampir jam 12 malam. Kuliah malam saya baru selesai. Hari ini menyenangkan tapi capek. Saya keluar pada pukul 8 pagi dan tengah malam masih di jalan. Hebat, kesibukan Anda melebihi presiden Amerika ya hari ini, nona!
Saya menumpang pulang pada seorang teman wanita. Rencananya, dia mau nginep soalnya rumahnya jauh di Jaktim tapi kuliah di Bintaro. Perut kita keroncongan karena belum makan malam. Ibu saya mungkin marah kalau tahu makan saya tidak teratur, hehe...
Kita memutuskan makan nasgor enak deket kosan saya, tapi... Yaaa, gerobak nasi gorengnya udah tutup. Lalu, teman saya mengajak makan lesehan di daerah Rempoa. Balik lagi deh, mau makan aja jauh-jauh padahal sekitaran sini berceceran tukang nasgor laen.
“Tapi harganya standar mahasiswa kan?”
Selalu dan selalu ketar-ketir soal dompet. Abisnya lagi nggak ada income neh. Sponsor tunggal cuma emak saya. Dia mengangguk yang saya artiin : murah kok, Put.
Boleh… boleh…
Motor dipacu pelan memecah jalanan. Kita tiba di tempat makan yang dia maksud. Ya ampun, ini sih tempat makan buat candle light dinner!
Kirain lesehan nasi goreng atau pecel ayam. Ga salah nih kita ke sini? Pengujungnya orang pacaran semua, nanti dikira kita jeruk makan jeruk lagi. Hiiiyyy…
Mata saya menyapu sekeliling, tempat ini dipenuhi muda-mudi yang makan sambil gelap-gelapan. Teman saya mantap melangkah masuk, saya mengikuti ragu sambil memikirkan “ kantong gue, kantong gue, kantong gue…
Beneran murah ga di sini?”
Si teman memilih tempat duduk di lesehan tanpa atap dan minim lampu, tapi saya ngotot memilih di meja berkursi dan beratap. Di sana lampunya lebih terang. Kalau di sini takutnya ntar ketuker gelas sama kobokan.
Ada tiga meja kosong, lalu saya sengaja milih meja yang lilinnya padam. Ngeri banget candle light dinner sama cewek, ahahaaa…
Sttt, buat lelakiku (I don’t know who you are), ntar kita makan di sini ya. Di lesehan yang ga ada atapnya itu sambil gelap-gelapan kaya lagi ikut acara uka-uka. Taruhan, siapa yang nanti ketuker antara gelas sama kobokan, hehe…
Pelayan datang menyodorkan menu. Hal pertama yang saya lihat adalah daftar harga, bukan daftar makanannnya, hahaaa… Yaa, masih masuk akal lah tapi tetep aja lebih murah sebungkus nasgor plus kwetiaw. Saya memesan ayam bakar betutu dan jus jambu.
Sebelum pelayan pergi, dia sempat memindahkan lilin meja sebelah yang nyalanya kaya males-malesan ke meja kita, padahal saya sengaja ga milih meja itu karena ada lilinnya.
Anjrit, jadi juga neh makan malem romantis! Kita cekikikan sambil prihatin sama nasib.
Lagu-lagu cinta eranya Celine Dion mengalun lembut bikin ngantuk. Ada juga lho lagunya Westlife! Jadi inget zaman SD, Shane dkk lah yang jadi asal mula saya ngerti bahasa Inggris.
Setelah nunggu lumayan lama, pesenan kita datang. Selamat makan malam! Eh maksudnya makan sahur, ini sudah ganti hari. Menikmati hidangan panas sambil gerimis dikit diiringi lagu... Kiss Me. Oh no!
So romantic!
Mau tau rasa makanannya?
Jus jambunya sih enak. Ayam bakar betutunya lumayan lah… Lumayan bikin hipertensi maksudnya. Asin-asin gimana gitu. Serius deh, asin banget! Yang masak ngebet kawin kali ya?
Heran, kok laku aja sih neh tempat makan? Orang-orang makan di sini buat beli suasana aja kali ya, urusan lidah terpuaskan apa nggak nomer ke sekian dan terimakasih.
Makan selesai, malah hujan. Kita yang emang pelanggan terakhir jadi terjebak sama pemilik dan pelayan di sana. Mereka beres-beres terus nongkrong bareng kita menikmati hujan. Teman saya mengobrol akrab dengan si pemilik tempat makan, sementara saya bergumam pada hujan, “Urang hayang sare… urang saya sare… hujan, eureun maneh”
My first candlelight dinner. Ini ceritaku, apa ceritamu?
Saya menumpang pulang pada seorang teman wanita. Rencananya, dia mau nginep soalnya rumahnya jauh di Jaktim tapi kuliah di Bintaro. Perut kita keroncongan karena belum makan malam. Ibu saya mungkin marah kalau tahu makan saya tidak teratur, hehe...
Kita memutuskan makan nasgor enak deket kosan saya, tapi... Yaaa, gerobak nasi gorengnya udah tutup. Lalu, teman saya mengajak makan lesehan di daerah Rempoa. Balik lagi deh, mau makan aja jauh-jauh padahal sekitaran sini berceceran tukang nasgor laen.
“Tapi harganya standar mahasiswa kan?”
Selalu dan selalu ketar-ketir soal dompet. Abisnya lagi nggak ada income neh. Sponsor tunggal cuma emak saya. Dia mengangguk yang saya artiin : murah kok, Put.
Boleh… boleh…
Motor dipacu pelan memecah jalanan. Kita tiba di tempat makan yang dia maksud. Ya ampun, ini sih tempat makan buat candle light dinner!
Kirain lesehan nasi goreng atau pecel ayam. Ga salah nih kita ke sini? Pengujungnya orang pacaran semua, nanti dikira kita jeruk makan jeruk lagi. Hiiiyyy…
Mata saya menyapu sekeliling, tempat ini dipenuhi muda-mudi yang makan sambil gelap-gelapan. Teman saya mantap melangkah masuk, saya mengikuti ragu sambil memikirkan “ kantong gue, kantong gue, kantong gue…
Beneran murah ga di sini?”
Si teman memilih tempat duduk di lesehan tanpa atap dan minim lampu, tapi saya ngotot memilih di meja berkursi dan beratap. Di sana lampunya lebih terang. Kalau di sini takutnya ntar ketuker gelas sama kobokan.
Ada tiga meja kosong, lalu saya sengaja milih meja yang lilinnya padam. Ngeri banget candle light dinner sama cewek, ahahaaa…
Sttt, buat lelakiku (I don’t know who you are), ntar kita makan di sini ya. Di lesehan yang ga ada atapnya itu sambil gelap-gelapan kaya lagi ikut acara uka-uka. Taruhan, siapa yang nanti ketuker antara gelas sama kobokan, hehe…
Pelayan datang menyodorkan menu. Hal pertama yang saya lihat adalah daftar harga, bukan daftar makanannnya, hahaaa… Yaa, masih masuk akal lah tapi tetep aja lebih murah sebungkus nasgor plus kwetiaw. Saya memesan ayam bakar betutu dan jus jambu.
Sebelum pelayan pergi, dia sempat memindahkan lilin meja sebelah yang nyalanya kaya males-malesan ke meja kita, padahal saya sengaja ga milih meja itu karena ada lilinnya.
Anjrit, jadi juga neh makan malem romantis! Kita cekikikan sambil prihatin sama nasib.
Lagu-lagu cinta eranya Celine Dion mengalun lembut bikin ngantuk. Ada juga lho lagunya Westlife! Jadi inget zaman SD, Shane dkk lah yang jadi asal mula saya ngerti bahasa Inggris.
Setelah nunggu lumayan lama, pesenan kita datang. Selamat makan malam! Eh maksudnya makan sahur, ini sudah ganti hari. Menikmati hidangan panas sambil gerimis dikit diiringi lagu... Kiss Me. Oh no!
Kiss me beneath the milky twilight
Lead me out on the moonlit floor
Lift your open hand
Strike up the band and make the fireflies dance
Silver moon's sparkling
So kiss me
So romantic!
Mau tau rasa makanannya?
Jus jambunya sih enak. Ayam bakar betutunya lumayan lah… Lumayan bikin hipertensi maksudnya. Asin-asin gimana gitu. Serius deh, asin banget! Yang masak ngebet kawin kali ya?
Heran, kok laku aja sih neh tempat makan? Orang-orang makan di sini buat beli suasana aja kali ya, urusan lidah terpuaskan apa nggak nomer ke sekian dan terimakasih.
Makan selesai, malah hujan. Kita yang emang pelanggan terakhir jadi terjebak sama pemilik dan pelayan di sana. Mereka beres-beres terus nongkrong bareng kita menikmati hujan. Teman saya mengobrol akrab dengan si pemilik tempat makan, sementara saya bergumam pada hujan, “Urang hayang sare… urang saya sare… hujan, eureun maneh”
My first candlelight dinner. Ini ceritaku, apa ceritamu?
Senin, 26 Maret 2012
Travel The World
Pokoknya saya mau ke luar negri!
Menjamah eksotisme Afrika
Menjelajah negara-negara benua biru
Dan menikmati benua kaya budaya, Asia
Benua-benua itu sih yang membuat saya penasaran dan pengen banget buat merasakan atmosfir di sana. Wow!
Saya pernah baca artikel tentang siapa aja yang potensial bisa ke luar negeri di blog antah berantah, beberapa agak lupa sih jadi yang dibahas yang nempel di otak aja yak :D Cekidot :
1. Orang kaya
Nah kalau kita punya banyak duit kan ga usah mikir panjang buat merealisasikan mimpi keliling dunia. Sayangnya, ekonomi saya pas-pasan. Pas buat makan, minum dan sedikit belanja :p
2. Artis
Saya harus se-sesuatu syahrini dulu biar bisa diundang konser di Hong Kong, seberbakat Agnes Monica biar bisa berkarir di Amerika, atau segahar Anggun biar bisa hidup di Perancis dengan status warga negara sana. No 2 ga mungkin juga sih. Well, suara saya sember. Yang lebih parah, ada temen durhaka yang bilang jenis vokal saya klasik. Klasik maksud dia itu suara saya kaya penyanyi jadul yang bikin ngantuk, sial! Bakat akting? Orang-orang bilang ekspresi saya flat, si wajah datar dan sebutan apapun buat orang yang mimiknya lempeng.
3. Atlet
Gini-gini saya pernah aktif di karate pas SMA dan sempet ikutan turnamen antar SMA setingkat kota/kabupaten, dan berhasil menyabet peringkat II. Unfortunatly, ga dilanjutin terganjal larangan ibu tercinta yang ga rela saya babak belur.
4. Pejabat
Enaknya jadi pejabat yang biasa ‘studi banding’ ke negara-negara lain sambil piknik bawa keluarga. Jangankan masuk jajaran legislatif, masuk jajaran RT aja saya ga terdaftar,hahaa...
5. TKI
TKI identik sama pekerja rumah tangga walau sebenernya profesi apapun di luar negeri yang pekerjanya WNI judulnya tetep TKI, kan? Saya ga tau, ga nemu (sebenernya ga berusaha nyari) lembaga penyalur kerja ke luar negeri untuk jurnalis, penulis atau bidang-bidang yang lumayan lah saya kuasai. Beda ceritanya sama penyalur PRT yang emang menjamur. Saya ngeri denger cerita distrika, disiram air panas, diperkosa majikan atau gajinya ga dibayar berbulan-bulan. So, saya eliminasi deh ya opsi ini. Saya ke luar negeri buat bersenang-sengan bukan buat bekerja, hoho
6. Backpacker
Boleh neh! Meskipun tetep harus ngeluarin budget juga tapi low cost sih. Ada beberapa jaringan silaturahmi internasional yang memungkinkan kita menginap di rumah sesama anggota jaringan secara gratis asal diizinkan si tuan rumah. Modalnya Cuma kepercayaan, tekad dan nekat! Saya pernah nyoba jalan-jalan ala backpacker tapi ke Jogja doang sih, hehe... masih di Indonesia mah cetek ya?
7. Siswa berprestasi
IQ yang standar banget ini ga berhasil menerbangkan saya ke LN buat mengikuti olimpiade fisika, matematika atau apapun bidang-bidang yang berhubungan sama rumus-rumus. Seneng ya kalau punya otak brilian yang akan mengantarkan kita luar negeri buat mengikuti olimpiade sains tingkat internasional. Kandas sudah kalau ngarep pilihan ini. Disuruh ikut olimpiade matematika tingkat Desa saja saya nggak yakin lolos, wong saya sebel banget sama matematika :p
8. Beasiswa
Ini yang saya lagi usahain, sekarang saya mahasiswa tingkat akhir dan berupaya jangan sampai IPK saya di bawah 3. Alesannya, biasanya beasiswa mengharuskan aplikan-aplikannya itu IPK-nya 3 koma sekian. Minimal IPK saya harus 3,2 deh kalau mau aman.
H-A-R-U-S!!!
Insya Allah bisa.
Kabulin Ya Rabb, amin amin...
Saya maunya ke Inggris biar bisa nonton John Terry Cs menari di lapangan hijau Stamford Bridge, menonton konser muse dan lilly Allen, jalan kaki menikmati kota London dan arsitektur bangunan-bangunannya.
Oh iya, Inggris membuat saya penasaran gimana bisa negara yang sangat maju, yang gaya hidupnya sangat modern, yang masyarakatnya berpikiran maju dan modern itu masih menganut sistem monarki di mana mereka sangat menghormati Ratu dan kelurga kerajaan?
Tapi hal yang paling mendorong saya untuk mendatangi negeri si Queen Elizabeth ini adalah... Aksen British!
Sebenernya saya ga begitu ngerti perbedaan Inggris British sama American, cuma aja kata temen saya sesama pemimpi penjelajah Eropa namanya Dini Teja, British style itu lebih seksi! Oke, saya jadi ikut-ikutan suka aksen orang Inggris-yang sampe sekarang masih belum begitu tau bedanya sama American style apaan sih, Din???
Jadi, lo ngincer beasiswa ke Inggris bukan karena semangat belajar lo yang tinggi, tapi karena alesan-alesan berlandaskan mimpi-mimpi yang amat sangat sungguh terlalu subjektif dan tidak intelek itu?!
Saya dan Dini adalah partner tersolid dalam hunting segala segala sesuatu tentang jalan-jalan ke luar negeri. Kita pengen banget dapet beasiswa. Agak ga tau malu juga sih pengen dapet beasiswa dengan prestasi akademik yang standar mahasiswa labil : pinter enggak, bodo-bodo banget juga ga, kan yang penting semua tugas kuliah dikerjainala kadarnya semampunya. Selain itu, kita adalah mahasiswa kupu-kupu yang ga ikutan organisasi apapun sehingga pengalaman organisasi kita.... hmm, gimana ya bilangnya....
Pernah saya melanjutkan karete di kampus tapi bertahan dua bulan doang. Pernah aktif di organisasi kepenulisan tapi keluar pas mulai dapet jabatan lumayan: pengurus taman bacaan. Keren kan? Tapi tugas saya ga jauh dari beresin rak buku, mendata buku-buku dan bersih-bersih sekret. Baru sebulan menjabat, saya melarikan diri. Yang punya relevansi sama jurusan saya, jurnalistik, saya pernah lho jadi wartawan kampus. Saya nulis kegiatan-kegiatan di kampus buat dipublish di web resmi universitas dan buletin bulanan. Whohoho, cukup prestisius kan? Lagi-lagi, saya berhenti setelah setahun menulis berita gara-gara labilnya mental saya.
Kalau Dini, saya ga tahu soalnya kita beda kampus, beda kota, beda provinsi. Prediksi saya sih aktivitas dia di kampus paling duduk manis di kelas dan jajan ke kantin. Ahahaha, sotoy banget!
Dengan prestasi akademik dan pengalaman organisasi yang kurang layak buat ngapply beasiswa, kita bermimpi, bertekad dan nekat meyakinkan satu sama lain kalau kita pasti dapet beasiswa ke luar negri biar bisa jalan-jalan gratis!
Tebelin 3 kata terakhir. Agak gak tahu diri juga sih but we trust that our dreams will fly us to Europe and travel the world!
YES, WE BELIEVE WE WILL WE CAN
Menjamah eksotisme Afrika
Menjelajah negara-negara benua biru
Dan menikmati benua kaya budaya, Asia
Benua-benua itu sih yang membuat saya penasaran dan pengen banget buat merasakan atmosfir di sana. Wow!
Saya pernah baca artikel tentang siapa aja yang potensial bisa ke luar negeri di blog antah berantah, beberapa agak lupa sih jadi yang dibahas yang nempel di otak aja yak :D Cekidot :
1. Orang kaya
Nah kalau kita punya banyak duit kan ga usah mikir panjang buat merealisasikan mimpi keliling dunia. Sayangnya, ekonomi saya pas-pasan. Pas buat makan, minum dan sedikit belanja :p
2. Artis
Saya harus se-sesuatu syahrini dulu biar bisa diundang konser di Hong Kong, seberbakat Agnes Monica biar bisa berkarir di Amerika, atau segahar Anggun biar bisa hidup di Perancis dengan status warga negara sana. No 2 ga mungkin juga sih. Well, suara saya sember. Yang lebih parah, ada temen durhaka yang bilang jenis vokal saya klasik. Klasik maksud dia itu suara saya kaya penyanyi jadul yang bikin ngantuk, sial! Bakat akting? Orang-orang bilang ekspresi saya flat, si wajah datar dan sebutan apapun buat orang yang mimiknya lempeng.
3. Atlet
Gini-gini saya pernah aktif di karate pas SMA dan sempet ikutan turnamen antar SMA setingkat kota/kabupaten, dan berhasil menyabet peringkat II. Unfortunatly, ga dilanjutin terganjal larangan ibu tercinta yang ga rela saya babak belur.
4. Pejabat
Enaknya jadi pejabat yang biasa ‘studi banding’ ke negara-negara lain sambil piknik bawa keluarga. Jangankan masuk jajaran legislatif, masuk jajaran RT aja saya ga terdaftar,hahaa...
5. TKI
TKI identik sama pekerja rumah tangga walau sebenernya profesi apapun di luar negeri yang pekerjanya WNI judulnya tetep TKI, kan? Saya ga tau, ga nemu (sebenernya ga berusaha nyari) lembaga penyalur kerja ke luar negeri untuk jurnalis, penulis atau bidang-bidang yang lumayan lah saya kuasai. Beda ceritanya sama penyalur PRT yang emang menjamur. Saya ngeri denger cerita distrika, disiram air panas, diperkosa majikan atau gajinya ga dibayar berbulan-bulan. So, saya eliminasi deh ya opsi ini. Saya ke luar negeri buat bersenang-sengan bukan buat bekerja, hoho
6. Backpacker
Boleh neh! Meskipun tetep harus ngeluarin budget juga tapi low cost sih. Ada beberapa jaringan silaturahmi internasional yang memungkinkan kita menginap di rumah sesama anggota jaringan secara gratis asal diizinkan si tuan rumah. Modalnya Cuma kepercayaan, tekad dan nekat! Saya pernah nyoba jalan-jalan ala backpacker tapi ke Jogja doang sih, hehe... masih di Indonesia mah cetek ya?
7. Siswa berprestasi
IQ yang standar banget ini ga berhasil menerbangkan saya ke LN buat mengikuti olimpiade fisika, matematika atau apapun bidang-bidang yang berhubungan sama rumus-rumus. Seneng ya kalau punya otak brilian yang akan mengantarkan kita luar negeri buat mengikuti olimpiade sains tingkat internasional. Kandas sudah kalau ngarep pilihan ini. Disuruh ikut olimpiade matematika tingkat Desa saja saya nggak yakin lolos, wong saya sebel banget sama matematika :p
8. Beasiswa
Ini yang saya lagi usahain, sekarang saya mahasiswa tingkat akhir dan berupaya jangan sampai IPK saya di bawah 3. Alesannya, biasanya beasiswa mengharuskan aplikan-aplikannya itu IPK-nya 3 koma sekian. Minimal IPK saya harus 3,2 deh kalau mau aman.
H-A-R-U-S!!!
Insya Allah bisa.
Kabulin Ya Rabb, amin amin...
Saya maunya ke Inggris biar bisa nonton John Terry Cs menari di lapangan hijau Stamford Bridge, menonton konser muse dan lilly Allen, jalan kaki menikmati kota London dan arsitektur bangunan-bangunannya.
Oh iya, Inggris membuat saya penasaran gimana bisa negara yang sangat maju, yang gaya hidupnya sangat modern, yang masyarakatnya berpikiran maju dan modern itu masih menganut sistem monarki di mana mereka sangat menghormati Ratu dan kelurga kerajaan?
Tapi hal yang paling mendorong saya untuk mendatangi negeri si Queen Elizabeth ini adalah... Aksen British!
Sebenernya saya ga begitu ngerti perbedaan Inggris British sama American, cuma aja kata temen saya sesama pemimpi penjelajah Eropa namanya Dini Teja, British style itu lebih seksi! Oke, saya jadi ikut-ikutan suka aksen orang Inggris-yang sampe sekarang masih belum begitu tau bedanya sama American style apaan sih, Din???
Jadi, lo ngincer beasiswa ke Inggris bukan karena semangat belajar lo yang tinggi, tapi karena alesan-alesan berlandaskan mimpi-mimpi yang amat sangat sungguh terlalu subjektif dan tidak intelek itu?!
Saya dan Dini adalah partner tersolid dalam hunting segala segala sesuatu tentang jalan-jalan ke luar negeri. Kita pengen banget dapet beasiswa. Agak ga tau malu juga sih pengen dapet beasiswa dengan prestasi akademik yang standar mahasiswa labil : pinter enggak, bodo-bodo banget juga ga, kan yang penting semua tugas kuliah dikerjain
Pernah saya melanjutkan karete di kampus tapi bertahan dua bulan doang. Pernah aktif di organisasi kepenulisan tapi keluar pas mulai dapet jabatan lumayan: pengurus taman bacaan. Keren kan? Tapi tugas saya ga jauh dari beresin rak buku, mendata buku-buku dan bersih-bersih sekret. Baru sebulan menjabat, saya melarikan diri. Yang punya relevansi sama jurusan saya, jurnalistik, saya pernah lho jadi wartawan kampus. Saya nulis kegiatan-kegiatan di kampus buat dipublish di web resmi universitas dan buletin bulanan. Whohoho, cukup prestisius kan? Lagi-lagi, saya berhenti setelah setahun menulis berita gara-gara labilnya mental saya.
Kalau Dini, saya ga tahu soalnya kita beda kampus, beda kota, beda provinsi. Prediksi saya sih aktivitas dia di kampus paling duduk manis di kelas dan jajan ke kantin. Ahahaha, sotoy banget!
Dengan prestasi akademik dan pengalaman organisasi yang kurang layak buat ngapply beasiswa, kita bermimpi, bertekad dan nekat meyakinkan satu sama lain kalau kita pasti dapet beasiswa ke luar negri biar bisa jalan-jalan gratis!
Tebelin 3 kata terakhir. Agak gak tahu diri juga sih but we trust that our dreams will fly us to Europe and travel the world!
YES, WE BELIEVE WE WILL WE CAN
Langganan:
Postingan (Atom)